3 Gejala yang membuat kamu harus segera melakukan detoksifikasi dan hiatus media sosial  

Advertisement

Techno.id - Sudah menjadi kelaziman jika saat ini media sosial menjadi bagian integral dari kehidupan kita sehari-hari. Hampir semua orang tidak akan pernah lepas dari media sosial. Entah berapa jam sehari mereka menghabiskan waktu hanya untuk menatap gadget demi menggulir konten di media sosial.

Namun penggunaan gadget yang berlebihan, lebih banyak merugikan daripada menguntungkan. Karena itu tidak ada salahnya jika kamu istirahat sejenak (hiatus) demi mendapatkan manfaat terutama untuk kesehatan mental. Inilah tiga gejala yang perlu kamu waspadai dari aktivitas media sosial.  

1. Mulai memengaruhi kesehatan mental

foto: freepik

Tidak jarang media sosial penuh dengan konten yang membandingkan penampilan seseorang hingga melihat berapa banyak harta yang dimiliki orang lain. Konten seperti ini bagi sebagian orang bisa menjadi toxic.

Melihat orang lain berkembang terkadang dapat membuat seseorang merasa sangat tidak berharga. Melihat orang lain meraih pencapaian yang belum pernah ia capai, bisa menyebabkan perbandingan yang tidak sehat, yang membuat seseorang merasa ketinggalan dalam hidup.

Terkadang, kita membuka Instagram, TikTok, atau Facebook, tujuannya untuk mendapatkan inspirasi atau rehat dari rutinitas pekerjaan yang padat setiap hari. Tiba-tiba, kamu mulai membandingkan hidup kamu dengan hidup orang lain. Di situlah semuanya dimulai. Jika kondisi ini terus berlanjut, tidak menutup kemungkinan akan memengaruhi kamu secara mental. 

Dalam situasi ketika kamu merasa kesehatan mental menurun, sangat disarankan untuk menjauh dari media sosial, meskipun hanya untuk beberapa hari. Hindari memeriksa akun media sosial di pagi hari.

2. Terjebak doomscrolling

foto: freepik/rawpixel.com

Mungkin banyak dari kita yang pernah mendengar istilah doomscrolling. Meskipun memiliki banyak waktu untuk belajar atau bekerja, tetapi banyak orang justru menunda-nunda perkerjaan demi menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk menonton satu demi satu konten media sosial.

Tanpa disadari, setengah hari telah berlalu. Tidak hanya semua pengguliran yang tidak perlu membuat mereka lupa waktu, tetapi mereka juga merasa sangat lelah di penghujung hari.

Apa yang seharusnya menjadi istirahat untuk melihat Instagram atau TikTok selama lima menit, setelah rutinitas pekerjaan yang padat, tetapi berubah menjadi istirahat satu jam yang akan menghabiskan seluruh energi kamu.

Kalau sudah begitu, kamu akhirnya malah kehilangan energi yang bisa digunakan untuk sesuatu yang lebih produktif. Karena itu sudah saatnya kamu menjauh dari media sosial di saat waktu bekerja atau belajar.

3. Posting mulai terasa seperti kewajiban

foto: freepik

Media sosial dimaksudkan untuk menjadi sumber relaksasi, bukan sebaliknya. Saat kamu merasa “berkewajiban” memposting sesuatu yang belum tentu bermanfaat, itu artinya kamu sudah kecanduan. Sudah saatnya kamu harus menjauh dari media sosial.

Memang terkadang, setiap kali masuk ke media sosial seperti Instagram misalnya, kamu melihat semua orang berkembang kecuali kamu. Perasaan ini lantas mendorong kamu untuk “wajib” memposting sesuatu, yang sebenarnya juga tidak terlelu penting dan bukan karena kebutuhan. Tetapi agar kamu merasa seperti orang lain saja, sedang melakukan sesuatu juga.

Akhirnya, ini bisa menjadi tekanan dan kamu merasa harus memposting sesuatu di media sosial setiap hari. Parahnya lagi, keinginan memposting sesuatu juga bukan karena soal kepuasan batin kamu, melainkan perasaan untuk mendapat banyak suka dan lebih banyak pengikut. Padahal belum tentu didapat.  

Hubungan kamu dengan media sosial harusnya positif dan konstruktif. Namun karena tekanan yang konsisten untuk memposting sesuatu, perlahan bisa mengubah hubungan positif menjadi hubungan yang sangat toxic.

Jika semua faktor di atas sudah kamu rasakan, itu artinya kamu sudah harus menyadari bahwa detoksifikasi media sosial jangan ditunda lagi. Berhenti sejenak jika memang tidak bisa menonaktifkan semua akun media sosial kamu.

 

Advertisement


(brl/red)