5 Aplikasi dan game kontroversial yang ditarik dari peredaran

Advertisement

Techno.id - Bagi developer, membuat aplikasi dan game seluler yang disukai user sekaligus banyak digunakan bukanlah perkara mudah. Sebab, selain pertimbangan kegunaan dan ketertarikan mobile app tersebut, ada hal lain yang juga wajib diperhatikan.

Kalau melihat faktanya, ada juga lho developer aplikasi yang harus meradang karena karyanya terpaksa ditarik dari toko maya. Nah, berikut ini, ada segelintir aplikasi dan game yang dinilai kontroversial dengan beragam alasan, mulai dianggap rasis hingga membuat penggunanya kecanduan.

 

Flappy Bird

Di awal tahun 2014, tentu Anda mengetahui keberadaan game Flappy Bird. Karya Dong Nguyen, developer asal Vietnam, ini sebenarnya adalah game seluler yang sangat sederhana, tetapi sangat adiktif. Player hanya perlu mengontrol sebuah burung supaya tidak mengalami kontak fisik dengan halangan di depannya.

Gameplay simpel ini ternyata menuai kritik besar-besaran karena membuat banyak user kesulitan memainkannya. Ditambah lagi, grafis dan teknisnya dituduh sebagai plagiat. Game yang sukses mendatangkan Rp700 juta ke kantong kreatornya ini dihapus pada Februari 2014 dari Google Play Store maupun Apple App Store karena Dong merasa berdosa atas penggunaannya yang berlebihan.

 

Secret

Memfasilitasi user yang ingin mencurahkan isi hatinya secara anonim, David Byttow cs menginisiasi Secret. Layanan ini pun berbeda dengan aplikasi sejenis yang sudah ada seperti Whisper dan Yik Yak karena user Secret berbagi secara anonim tetapi masih di lingkar temannya sendiri.

Sayangnya sejak hadir akhir Januari 2014 dan sempat mendapat respons positif dari user di awal berdiri, Secret juga dimanfaatkan sebagai sarana bullying yang meresahkan. Byttow selaku CEO memutuskan menutup aplikasi yang ia bilang tidak memiliki visi dan misi yang jelas itu pada April 2015.

 

Stolen

Game yang cukup nyeleneh ini ditutup di awal 2016. Pasalnya, banyak yang menganggap Stolen telah semena-mena dengan 'mencuri' profil Twitter orang lain. 

Diluncurkan Oktober 2015, pengguna Stolen diarahkan untuk mencomot akun tertentu untuk ditukarkan dengan uang di game tersebut. Singkatnya, game ini tampak seperti perdagangan manusia versi virtual. 

User yang akunnya menjadi 'komoditi' itu sebenarnya tak menerima dampak apa pun, tetapi Stolen membebaskan penggunanya untuk mengedit profil yang bersangkutan setelah berhasil dicuri. Kritik juga dilayangkan karena user bisa mencuri akun orang lain kendati orang itu bukan pemain dari game ini.

 

Is My Son Gay?

Dipromosikan sebagai aplikasi untuk orangtua yang ingin menyelidiki apakah anaknya gay atau tidak, Is My Son Gay memantik reaksi grup advokasi LGBT, AllOut.org. Mereka lalu memprotes aplikasi itu karena dianggap memperkuat stereotip homoseksual.

Aplikasi buatan developer asal Prancis Emmene Moi itu pada dasarnya cuma menyediakan 20 buah Yes-No Questions terkait kepribadian dan kebiasaan si anak yang dicurigai gay. Nantinya, jawaban dari aplikasi itu dikalkulasi hingga sampai di kesimpulan gay atau tidaknya si tersangka. Namun, banyak yang menilai pertanyaan di sana semacam "apakah ia menyukai penyanyi wanita" terlalu ofensif.

Tak berselang lama Google Play Store menghapus aplikasi ini di ujung tahun 2011, baik versi Bahasa Inggris maupun Bahasa Prancisnya.

 

Survival Island 3

Baru dirilis Desember 2015 kemarin, sebuah mobile game kabarnya telah dihapus di Google Play dan App Store karena dianggap rasis. Pasalnya dalam permainan game bertajuk Survival Island 3: Australia Story, para pemainnya harus bertahan hidup untuk memerangi hewan liar sembari bertahan hidup dan membunuh penduduk asli Australia, yakni Aborigin.

Game ini pun diangkat ke petisi online Change.org akibat menarget ras, budaya, dan entitas yang nyata. Apalagi diposisikan sebagai musuh. Game ini pun diembargo Apple App Store dan Google Play setelah petisi online itu sukses menarik lebih dari 84 ribu pendukung.

Advertisement


(brl/red)