Hati-hati, nyamuk penyebab DBD semakin kuat dan berbahaya!
Techno.id - Sebagai negara beriklim tropis, Indonesia tak bisa jauh-jauh dari ancaman demam berdarah dengue (DBD). Ngerinya, nyamuk aedes aegypti yang menjadi biang dari penyakit ini ternyata mulai berubah. Bahkan bisa dibilang, ancaman nyamuk ini makin kuat dan berbahaya.
-
Waspada DBD di musim kemarau, ini 9 cara sederhana bikin nyamuk tak betah di rumah Suhu yang lebih tinggi di musim kemarau justru dapat mempercepat siklus hidup nyamuk dan perkembangan virus dengue di dalam tubuh nyamuk.
-
Sering diabaikan, 11 lokasi di rumah ini jadi tempat strategis nyamuk penyebab DBD berkembang biak Tanpa disadari, beberapa sudut rumah justru bisa jadi sarang nyamuk, lho.
-
Benarkah demam berdarah (DBD) hanya terjadi sekali seumur hidup? Ini penjelasannya secara medis Ketika terinfeksi kembali sebanyak dua kali, virus ini akan menyerbu sistem imun tubuh sehingga mengakibatkan reaksi yang berlebihan
"Kehidupan aedes aegypti dipengaruhi oleh perubahan iklim, jika suhu meningkat nyamuk dapat hidup lebih aktif dan menularkan virus DBD dengan lebih cepat," terang Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Upik Kesumawati Hadi.
Perubahan aktivitas tersebut juga tampak dari perilaku aedes aegypti saat menghisap darah, yang semula hanya siang hari, kini juga terjadi di malam hari. Terlebih, nyamuk ini memiliki kemampuan adaptasi yang baik. Dulu aedes aegypti berhabitat di air bersih dalam rumah, tetapi sekarang juga sudah hidup di wadah air yang mengandung polutan.
"Kondisi ini menuntut kita untuk lebih waspada terhadap nyamuk ini yang juga mempunyai sifat mudah terusik, mampu berpindah-pindah dari satu orang ke orang lain, dan menjadi vektor yang efisien dalam meningkatkan resiko penularan DBD," kata Prof. Upik.
Hal ini pun diperparah dengan masih luasnya pengendalian dengan cara kimiawi di masyarakat, seperti fogging atau larvasidasi. Padahal cara tersebut dapat menimbulkan resistensi pada nyamuk aedes aegypti.
"Belum lagi kemungkinan mutasi gen yang dapat terjadi akibat pemaparan terhadap insektisida. Ini dapat menjadi faktor yang menyebabkan gagalnya upaya pengendalian vektor," imbuhnya, seperti dikutip dari Antara (19/03/16).
BACA JUGA :
- Merpati patroli untuk memantau tingkat polusi udara di perkotaan
- Tomat busuk jangan dibuang tapi manfaatkan untuk menghasilkan listrik
- NASA: Suhu Bumi di bulan Februari 2016 kembali cetak rekor
- Usung bahan dasar unik, baterai ini diklaim lebih ramah lingkungan
- Ilmuwan klaim temukan teknik deteksi dini HIV dan kanker
(brl/red)