Lahan 'empuk' bisnis IoT sayang dilewatkan
Techno.id - Dikabarkan jika pebisnis Internet of Things (IoT) dan Machine to Machine (M2M) di seluruh kawasan Asia Tenggara, saat ini sedang berkumpul di Jakarta membahas peluang dan tantangan IoT maupun M2M di Indonesia dan Asia Tenggara.
-
Sistem IOT terbaru Cisco hadirkan fondasi untuk transformasi industri Di era digitalisasi seperti saat ini, tentu saja hal ini bisa sangat membantu produktivitas orang banyak, apalagi untuk dunia indsutri.
-
Indonesia adalah pasar smartphone terbesar di Asia Tenggara Berdasarkan pantauan IDC, Indonesia menguasai sekitar 29 persen dari total pasar ponsel pintar ASEAN.
-
XL incar 850 ribu pelanggan IoT di akhir 2016 Semakin luasnya jangkauan layanan 4G LTE akan mempermudah XL mengembangkan layanan IoT.
Dilansir oleh Merdeka.com (25/08/15), Menurut International Data Corporation (IDC), IoT di Asia Pasifik tidak termasuk Jepang, diproyeksikan akan bertambah dari 3,1 miliar perangkat menjadi 8,6 miliar perangkat. Selain itu, pertumbuhan pasar dari USD 250 miliar menjadi USD 583 miliar pada periode 2015-2020.
"Jumlah seluruh populasi di Asia Tenggara itu lebih dari 620 juta jiwa, disertai pertumbuhan jumlah konsumen, perbaikan infrastruktur komunikasi dan padatnya jumlah penduduk, Asia Tenggara akan memiliki peran penting dalam mendorong pertumbuhan. Dan Indonesia akan jadi pemeran utama dalam pertumbuhan terbesar di Asia Tenggara dengan jumlah penduduk terbanyak ke empat dunia," ujar Direktur Pelaksana Asia IoT Business Platform, Zaf Coelho, dikutip dari Merdeka.com.
Ia juga melanjutkan, Indonesia menawarkan peluang yang potensial dalam skala penggunaan solusi IoT/M2M. Misalnya saja, Peugeot Citroen akan membahas potensi mobil pintar yang memiliki koneksi.
Sementara itu, Trafiksverket akan membicarakan mengenai manajemen IoT untuk sistem penggunaan jalan untuk memerangi kemacetan lalu lintas.
Zaf pun tak mau berspekulasi ketika ditanya kapan Indonesia bisa menggunakan IoT secara maksimal. Pasalnya, cepat atau tidak pengembangan IoT tergantung dari pemerintah itu sendiri.
"Kalau di Singapura itu pemerintahnya dorong baru industri ikut. Di Indonesia, justru industrinya dorong tapi pemerintah belum. Tapi, keberadaan pemerintah dengan regulasinya juga perlu untuk memberikan keamanan bagi investor," katanya.
BACA JUGA :
(brl/red)