6 Tips penting dari CEO startup lokal untuk calon CEO di luar sana

Advertisement

Techno.id - Sudah lama bermimpi menjadi CEO startup? Sekarang mungkin adalah saat yang tepat bagi Anda untuk mewujudkan mimpi tersebut. Pasalnya, ekosistem startup di Indonesia sekarang sedang menggeliat hebat, terlebih sudah ada beberapa CEO startup lokal yang bisa dijadikan panutan sampai pembimbing.

Kebetulan, tim Techno.id pernah mengarsipkan segelintir gagasan dan pengalaman dari CEO berpengalaman Tanah Air. Semoga bisa bermanfaat bagi Anda yang baru ingin memulai bisnis startup-nya atau para CEO startup yang ingin menimba ilmu dari yang lain.

Benarkan mindset dulu

Mendirikan startup memang memerlukan beragam persiapan. Namun ternyata, bukan hanya pendanaan atau SDM yang diperhatikan terlebih dulu, tetapi mindset alias pola pikir. Seorang CEO startup perlu mengetahui dan meyakini bahwa apa yang dilakukannya hanyalah bagian dari pemecah masalah di masyarakat, bukan menjadi kaya dan memiliki uang semata.

"Yang pertama dan yang paling utama adalah mindset. Mereka yang ingin memulai membuat startup harus berpikir bahwa tujuan utama mereka adalah untuk menjadi solusi dalam menyelesaikan suatu masalah," terang Yansen Kamto, CEO Kibar.

Setelah itu, barulah membakar api semangat kolaborasi dan kegigihan untuk mengeksekusi strategi diperlukan.

Bikin startup enggak harus di Jakarta

Saat ini, ada sejumlah kota di Indonesia yang memiliki ekosistem pendukung perkembangan startup lokal, sebut saja Bandung, Surabaya, atau Jakarta. Akan tetapi Anda yang ingin mendirikan CEO tapi tidak berada di kota-kota tersebut tak perlu khawatir. Sebab, perkembangan startup tidak ditentukan oleh lokasi asal startup itu.

Ambil contoh Paprika, startup penyedia layanan cashback point asal Medan. Walau jauh dari ibu kota dan tak berada di Jawa, mereka sanggup mendatangkan 5.000 user dalam enam minggu saja. Pertumbuhan startup pada kuncinya, menurut Kalvin Yap, CEO Paprika, lebih bergantung pada kebutuhan pengguna daripada lokasi atau kota startup tersebut berada atau berasal.

 

Bisakah startup dipimpin oleh wanita atau orang yang tidak lulus kuliah?

Menjadi seorang CEO yang baik itu tak semudah membalik telapak tangan, tetapi juga tak sesulit menguasai dunia dalam semalam. Apakah menjadi CEO harus punya gelar akademis? Tak selalu.

Ada banyak CEO yang malah tak menuntaskan kuliahnya. Berdasarkan pengalaman Steve Stanley, ia mampu menjadi CEO KebunBibit tanpa gelar sarjana dengan bekal skill utamanya, seperti pengambilan keputusan yang cepat dan penentuan visi yang jelas.

Lalu, adakah kans bagi wanita untuk menjadi CEO startup? Tentu saja ada dan sangat besar. Kendati wanita adalah minoritas di industri TI, Fransiska Hadiwidjana, CEO dan founder Prelo, berpesan tak ada yang salah dari jenis kelamin seorang pemimpin.

"Yang lebih berpengaruh adalah karakter dan leadership masing-masing CEO tersebut," terangnya.

Perlu punya banyak pegawai?

Startup bergerak berkat tim. Akan tetapi hal ini bukan menjadi patokan utama bahwa startup Anda harus mempunyai banyak pegawai.

Menurut Steve Stanley, CEO sekaligus founder KebunBibit, startup anyaran tak perlu mempunyai banyak pegawai dulu; sedikit saja yang penting berkualitas. Steve dulu bahkan di awal hanya dibantu oleh empat orang rekan, tetapi mereka punya kemampuan yang baik di beberapa bidang.

"Mereka orang yang multifungsi, masing-masing punya minimal punya dua talenta," kata Steve.

Startup non-profit tak usah takut miskin

Kembali lagi ke poin pertama, motivasi Anda mendirikan startup menjadi bagian dari solusi; keuntungan hanyalah bonus atau nomor sekian. Untuk itu, walau filosofi startup Anda mengarah non-profit, nantinya Anda tetap bisa menuai untung, kok.

Ummar, aplikasi market locator Muslim pertama di Indonesia, adalah salah satunya. Lio Hudyawan, co-founder dan CTO Ummar, membagi sumber pemasukan Ummar menjadi dua, yakni online atau via aplikasi dan offline seperti bazar.

"Pemasukan dari aplikasi datang via iklan, yang tidak mengganggu visual tapi lebih ke pemberian informasi. Selain itu, dari aktivitas bazar, kami menerapkan bagi hasil, dan juga pendapatan dari fee untuk menyukseskan aktivitas event, pelatihan, penyediaan tempat berdagang, jasa konsultansi, dan jasa mediasi."

 

Kalau diserang haters, harus bagaimana?

Memanfaatkan media sosial untuk memasarkan produk atau jasa startup Anda tentulah hal yang sudah wajib saat ini. Namun Anda perlu menyadari jika jejaring sosial juga bagai pisau bermata dua. Salah satu konsekuensi dari memanfaatkan medsos ialah munculnya bad campaign.

Tak perlu takut berlebihan, karena kemunculan haters turut membawa manfaat tersendiri. Andy Suryansyah, founder Falle, menyebut haters berkontribusi terhadap makin baiknya nama Falle di mata konsumen. Haters ia nilai malah membangun, yakni sebagai koreksi dan acuan untuk introspeksi. Untuk menjaga agar konsumen Anda tidak kabur, strategi after-sale service cocok untuk diaplikasikan.

Advertisement


(brl/red)