Meta dihukum denda Rp 19,3 Triliun akibat langgar aturan perlindungan data pribadi, ini 3 faktanya

Advertisement

Techno.id - Meta selaku induk dari perusahaan aplikasi media sosial populer Facebook, Instagram, dan WhatsApp, baru-baru dikenai sanksi denda sebesar USD 1.3 miliar atau setara Rp 19,3 triliun oleh pihak regulator data Uni Eropa. Hukuman denda tersebut terbilang paling besar saat ini, untuk dijatuhkan kepada perusahaan di bawah GDPR. Pasalnya Meta diyakini telah melanggar aturan perlindungan data pribadi Eropa, GDPR.

Penyebab dari Meta dijatuhi sanksi karena perusahaan terus menerus mentransfer data di luar putusan pengadilan Uni Eropa pada tahun 2020, yang membatalkan keabsahan pakta transfer data Uni Eropa dan Amerika Serikat.

DPC atau selaku lembaga perlindungan data pribadi Eropa, menyebut bahwa denda yang dikenakan karena Meta tak mengambil langkah yang memadai guna melindungi privasi data pengguna di Eropa saat di transfer ke Amerika Serikat.

DPC menambahkan bahwa Meta gagal melakukan lobi dan memastikan bahwa undang-undang di AS dapat melindungi data pengguna Eropa. Selain itu, Meta tidak memberikan informasi cukup kepada para pengguna di negara Uni Eropa tentang bagaimana data mereka dimanfaatkan.

Lebih lanjut, Meta akan mengajukan banding atas denda yang dijatuhkan. Kendati demikian, hukuman yang diderita oleh Meta memberikan dampak kemunduran besar bagi perusahaan. Pasalnya, GDPR merupakan salah satu aturan privasi data paling ketat di dunia dan telah dipakai untuk menarget sejumlah perusahaan teknologi lain, termasuk Google dan Amazon.

Lantas bagaimana fakta yang ditimbulkan akibat denda yang dijatuhkan ke Meta? Berikut techno.id pada Rabu (24/5), sajikan 3 fakta akibat Meta dijatuhi hukuman denda Rp 19, 3 Triliun.

 


Meta didenda Uni Eropa.

1. Sebagai langkah maju untuk perlindungan data warga Uni Eropa.

foto: Pexels.com

Sebagai informasi, putusan dari pengadilan UE yang menjatuhkan hukuman kepada Meta bukan tanpa sebab. Seorang pengacara kondang yakni Max Schrems, asal Austria mati-matian dalam memperjuangkan hak privasi warga negara Uni Eropa selama beberapa tahun terakhir. Ia menentang pakta transfer data Uni Eropa ke Amerika Serikat di pengadilan. Ia kini menjadi salah satu suara terdepan yang memperjuangkan privasi data di Eropa.

Lebih lanjut, hukuman tersebut diambil sebagai langkah maju dalam hal privasi data di Uni Eropa. Akan tetapi perang masih dianggap belum usai. Sebab, pihak dari Uni Eropa dan Amerika Serikat tengah menegosiasikan perjanjian transfer data baru. Bahkan perjanjian akan dibuat agar siap menghadapi tantangan hukum.

2. Peringatan agar perusahaan teknologi serius menangani kasus privasi data pengguna.

foto: Pexels.com

Adanya hukuman yang dijatuhkan menjadikan tanda bahwa warga Uni Eropa tidak main-main terhadap data privasi. Negara-negara Uni Eropa tak akan mentolerir penyalahgunaan data warganya.

Akan tetapi bagi Meta, denda tersebut adalah pukulan telak dan bisa berdampak besar bagi perusahaan. Denda ini bisa jadi dapat mempersulit Meta untuk menarik dan mempertahankan pengguna, karena orang akan lebih sadar akan praktik privasi data perusahaan. Selain itu, akibat denda yang dijatuhkan tentu pihak pengawas akan lebih ketat dalam melakukan pengawasan terhadap Meta, tidak hanya di Uni Eropa bahkan dunia. Hal ini bisa mempersulit Meta untuk berekspansi ke pasar yang baru sekaligus bisa menyebabkan adanya denda tambahan.

3. Kemenangan bagi warga Uni Eropa.

foto: Pexels.com

Bagi masyarakat Uni Eropa, sanksi dijatuhkan untuk Meta menjadi kemenangan besar. Sebab, UE sudah lama memperingatkan kepada perusahaan teknologi bahwa privasi data masyarakatnya adalah hal prioritas. Kemudian sanksi denda dapat meningkatkan transparansi dari perusahaan teknologi bagaimana cara mereka menggunakan data warga Uni Eropa.

Advertisement


(brl/guf)