Menginspirasi, 9 gadis cantik ini sukses dirikan Startup
Techno.id - Dominasi pria di ranah teknologi memang masih sangat besar. Hampir sebagian besar posisi tertinggi di perusahaan teknologi baik yang sifatnya rintisan alias startup hingga raksasa diduduki oleh para pria.
-
Kapan wanita saingi pria di industri teknologi? Meski perlahan-lahan, wanita mulai sanggup ikuti jejak pria di dunia dominasi teknologi
-
Dunia teknologi masih didominasi pria ketimbang wanita Sebenarnya, developer IT perempuan lebih unggul ketimbang developer IT laki-laki.
-
7 Wanita ini mainkan peran vital di industri teknologi informasi dunia Industri teknologi informasi tak hanya milik pria, bung!
Lantas, apakah perempuan tak pantas untuk menduduki posisi strategis di perusahaan-perusahaan teknologi? Jawabannya tentu tidak. Para perempuan punya porsi yang sama di dunia teknologi, hanya saja sebagian besar dari mereka tak tertarik untuk terjun berkarir di dunia yang menurut sebagian besar orang cukup ketat dan kompetitif ini.
Namun, meski porsi perempuan di perusahaan teknologi saat ini masih sedikit bukan berarti tak ada sama sekali perempuan yang sukses menduduki posisi tertinggi di sebuah perusahaan teknologi. Contohnya adalah delapan perempuan ini yang tak hanya sukses menduduki posisi tertinggi namun juga sukses mendirikan perusahaan teknologinya sendiri.
Siapa saja mereka? Mari simak saja daftarnya berikut seperti Techno.id kutip dari BusinessInsider (15/12/15).
Liz Wessel
Pasca tak lagi bekerja di Google, Liz Wessel dan beberapa rekannya sesama mahasiswa dulu membangun sebuah platform bernama WayUp. Platform yang dulunya bernama Campus Job ini merupakan pasar bagi mahasiswa atau mahasiswi yang ingin mencari tempat magang atau pekerjaan dari seluruh perusahaan terbaik di Amerika.
Berkat ide cerdasnya ini, Wessel berhasil mendapat pendanaan sekitar USD 7,8 juta atau setara Rp109,3 miliar dari Y Combinator sebuah akselerator startup pada bulan Mei lalu.
Amanda Bradford
Lulusan Stanford University ini berhasil mendirikan sebuah platform kencan untuk kalangan eksekutif muda bernama The League. Berkat kerja kerasnya, platform yang saat ini baru bisa digunakan di San Fransisco dan New York City ini telah mendapat total pendanaan sebesar USD 2,1 juta atau setara Rp29,43 miliar dari Jon Vlassopulos, IDG Ventures USA, Roman Feola, Naomi Gleit, Cowboy Ventures, XSeed Capital, Peter Kelly, Russ Siegelman, Mark Leslie, Allen Debevoise, SherpaVentures, dan Structure Capital.
Kegan Schouwenburg
Gadis dengan penampilan nyentrik ini berhasil mendirikan sebuah startup bernama SOLS. SOLS sendiri merupakan startup yang bergerak untuk memproduksi cetak 3D sol sepatu ortopedi.
Schouwenburg mengaku, ide SOLS awalnya datang saat ia bekerja di 3D printery Shapeways. Hingga kini, ia berhasil mendapat total pendanaan sekitar USD 19,3 juta atau setara Rp270,48 miliar dari Grape Arbor VC, FundersGuild, Felicis Ventures, Rothenberg Ventures, RRE Ventures, Lux Capital, dan Founders Fund.
Brit Morin
Mantan Googler (sebutan untuk karyawan Google) ini berhasil mendirikan sebuah e-commerce dan startup DIY Project bernama Brit + Co. Di platformnya ini pengguna bisa mendapatkan beragam artikel, resep, dan tutorial membuat sebuah kerajinan unik seperti merajut.
Berkat ide uniknya ini, Morin pun dijuluki sebagai Martha Stewart dari Sillicon Valey dan berhasil mendapat total pendanaan dari Cowboy Ventures, Yahoo Marissa Mayer, Index Ventures, dan Lere Hippeau Ventures sebesar USD 27 juta atau setara Rp378,4 miliar.
Marcela Sapone dan Jessica Beck
Awal kerja sama kedua sahabat ini adalah dimulai ketika keduanya masih menjadi mahasiswi di Harvard Business School. Berkat kecerdasan keduanya, terciptalah Alfred sebuah startup yang menyediakan jasa pekerja sementara.
Pekerja sementara di Alfred dapat melakukan pelbagai macam pekerjaan rumahan seperti membeli bahan makanan, menyortir surat, mengantar paket, mengurus cucian, dan sederet pekerjaan rumah lainnya. Untuk menggunakan layanan besutan Sapone dan Beck ini, Anda perlu membayar sejumlah USD 99 atau Rp1,38 juta per bulan.
Melalui ide cerdas bisnisnya ini, kedua sahabat itu berhasil mendapat total pendanaan sekitar USD 12,5 juta atau setara Rp175,18 miliar dari New Enterprise Associates, Spark Capital, CrunchFund, dan Sherpa Capital.
Leura Fine
Sebelum memulai bisnis startupnya, Fine merupakan seorang desainer interior profesional. Seiring berjalannya waktu, Fine pun akhirnya menghadirkan bisnisnya sendiri di bidang desain interior yang diberi nama Laurel & Wolf.
Startup besutan Fine ini merupakan sebuah layanan berbasis software yang menghubungkan antara desainer dengan klien. Klien bisa dengan mudah mendapatkan desainer interior idaman melalui startup ini. Caranya adalah buka situs, tentukan desain yang diinginkan dengan menjawab sejumlah pertanyaan, dan mengupload gambar dan informasi dimensi ruang yang ingin didesain ulang.
Fine mengklaim bahwa layanannya ini berbasis kustomisasi, jadi tak akan ada desain yang sama antara satu dengan klien lainnya. Untuk menggunakan layanan melalui startupnya, Fine menetapkan budget per paket mulai dari USD 299 hingga USD 499 atau setara Rp4,2 juta hingga Rp6,9 juta.
Lisa Falzone
Didirikan sejak tahun 2010, Revel Systems besutan Lisa Falzone ini berhasil menjual sistem POS alias point-of-sale berdasar platform mobile iOS Apple ke lebih dari 10.000 pelanggan termasuk Dairy Queen, Goodwill, dan Tully Coffee. Hingga tahun lalu, Falzone berhasil mempekerjakan sekitar 200-400 orang dan berhasil melakukan kerja sama legal dengan perusahaan pendukung seperti Apple dan Intuit.
November tahun lalu, Falzone berhasil mendapat pendanaan hingga USD 110 juta atau setara Rp1,54 triliun dari perusahaan ekuitas swasta Welsh, Carson, Anderson, dan Stowe.
Reham Ragiri
Bekerja sama dengan Kalam Dennis, gadis berparas cantik ini berhasil mendirikan sebuah startup bernama AptDeco yang fokus memberikan layanan jual beli furniture di kota New York. Hal yang membuat startup besutan Ragiri ini istimewa karena sistem penjualan dan pembelian yang sangat mudah sehingga pembeli atau penjual tak perlu susah-susah bertemu untuk memastikan proses pembelian maupun penjualan.
Startup yang ada di bawah startup inkubator ternama Y Combinator ini dilaporkan kini sangat berkembang di Amerika, terlebih karena keberanian Ragiri mendobrak sistem penjualan tradisional furniture saat ini.
(brl/red)