Solusi konflik transportasi online, "beli saja itu Go-Jek"
Techno.id - Konflik antara taksi konvensional dengan para pemain angkutan online beberapa waktu lalu mungkin tak akan terjadi kalau perusahaan besar berani mengakuisisi startup atau bisnis rintisan. Setidaknya, itulah yang dipercayai oleh Nurul Taufiqu Rochman, Kepala Pusat Inovasi sekaligus peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Kepada Antara (11/04/16), ia berpendapat seharusnya perusahaan taksi dulu buru-buru membeli angkutan berbasis aplikasi tersebut, ketimbang harus bersaing seperti sekarang.
-
Pemerintah harus siap, polemik Uber dan Grab kemarin baru awalan "'Man behind the gun', semua teknologi tergantung siapa yang memegangnya."
-
Sopir taksi desak pemerintah tegas terkait Uber dan Go-Jek Konsep Uber Taxi dan Go-Jek memang memudahkan para calon penumpangnya, namun juga membahayakan para pesaingnya
-
Soal Go-Jek, Menkominfo bilang aturan ridesharing harus ada Kemkominfo: "Bisnis digital economic harus diatur dengan ridesharing."
"Kalau saya (pengusaha taksi), saya langsung investasi besar. Saya beli itu Go-Jek dan segala macam, saya ajak negosiasi, bagi rata hasil," ujarnya.
Pasalnya, ia menilai perusahaan taksi masih beroperasi secara konvensional dan belum beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Inilah yang dimanfaatkan startup seperti Uber, Grab, dan Go-Jek dengan inovasinya. Tak ayal, ledakan inovasi pun terjadi di Tanah Air hingga muncul gesekan antar masyarakat seperti kemarin. Menariknya, Nurul turut memprediksi bakal ada ledakan inovasi tak lama lagi yang skalanya bisa saja menggegerkan dunia.
Ia mencontohkan bahwa metode akuisisi juga dilakukan raksasa sekelas Facebook Inc. Mereka memilih untuk membeli perusahaan rintisan dengan gagasan menarik untuk mendukung perkembangan bisnis mereka di masa depan. Tengok saja ketika penguasa media sosial itu memutuskan untuk memboyong Instagram dan WhatsApp, yang notabene menyediakan layanan yang lebih spesifik ketimbang Facebook.