Tak ikuti aturan, OTT dinilai abaikan kedaulatan Indonesia
Techno.id - Pembukaan akses server layanan streaming video Netflix ke Indonesia yang dilakukan sejak 7 Januari 2016 kemarin masih ramai diperbincangkan. Tidak hadirnya kantor perwakilan dan pendaftaran perusahaan yang dilakukan Netflix dianggap tidak menghargai aturan dan kedaulatan Indonesia.
Hal tersebut dinyatakan pengamat industri telekomunikasi dan teknologi Nonot Harsono. Konsep bisnis yang disediakan Netflix dinilainya harus mengikuti pasal 25 ayat 1 dan 2 di UU No.32 tentang penyiaran.
-
'Netflix itu penyelundup, tak hargai konstitusi Indonesia' Nonot Harsono, Chairman of Mastel Institute, mengungkapkan argumennya pada Techno.id
-
Mengapa Netflix harus diblokir (dan mengapa tidak perlu)? Apa sikap yang Anda pilih? Mendukung pemblokirannya atau malah sebaliknya?
-
Netflix diblokir, ini tanggapan BRTI Pemblokiran yang dilakukan Telkom Group terhadap Netflix sedang jadi topik hangat pembicaraan. Apa pendapat BRTI terkait masalah ini?
Aturannya kan jelas, bunyinya lembaga penyiaran berlangganan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (2) huruf d merupakan lembaga penyiaran berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa penyiaran berlangganan dan wajib terlebih dahulu memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran berlangganan. Sudah mereka lakukan belum itu?, kata Nonot.
Aturan lain yang disebutkan Nonot perlu dipatuhi Netflix bila ingin beroperasi di Indonesia secara legal ialah pasal 29 dan 30 UU 33 tahun 2009 diatur bahwa pelaku usaha kegiatan pertunjukan film yang dilakukan melalui layar lebar, penyiaran televisi dan jaringan teknologi informatika harus merupakan badan usaha yang berbadan hukum Indonesia.
Lebih lanjut, Nonot meminta pemerintah untuk membuat klasifikasi terhadap layanan over the top (OTT). Pasalnya, layanan berbasis OTT asing yang masuk ke Indonesia semakin banyak dan dianggap tidak memberikan kontribusi bagi pemasukkan negara karena melakukan by-pass terhadap aturan yang berlaku di Indonesia.
Pemerintah harus buat klasifikasi OTT dan skema bisnisnya lalu disandingkan dengan aturan perdagangan global atau multilateral lainnya. Teknologi hanya alat, hubungan antar-bangsa tetap seperti biasanya, ujar Nonot saat dihubungi tim Techno.id lewat layanan pesan instan.
Pria yang juga pernah menjabat sebagai komisoner badan regulasi telekomunikasi Indonesia (BRTI) tersebut menyatakan aturan dan klasifikasi yang dibuat pemerintah cukup dalam bentuk Peraturan Menteri karena bersifat teknis terhadap industri.
Pengaturannya cukup di Permen saja karena ini teknis. Pembuatan klasifikasi dan skemanya harus segera, tahun ini harus selesai. Kan WhatsApp, Line, KakaoTalk dan aplikasi komersial lain sudah banyak yang melenggang, makanya aturan harus segera, tambah Nonot.
Perkembangan teknologi yang kian maju diharapkan Nonot bisa juga masuk ke tanah air dengan tetap mengikuti semangat kemerdekaan dan Pemukaan UUD 1945. Ia meminta setiap pihak yang terkait jeli kepada segala kemungkinan penyusupan dan pengabaian kedaulatan Indonesia sebagai negara merdeka.
Kita mesti kembali ke Semangat Proklamasi 45. Baca lagi Preambule UUD45. Para anggota dewan juga harus update tentang pergeseran kehidupan fisik ke kehidupan online ini. Maka jaringan broadband saat ini telah menjadi jalur perdagangan internasional. ekpor impor utk barang dan jasa digital tidak lagi lewat bandara n pelabuhan. Tetapi lewat jaringan broadband, tandas Nonot.