Berada di puncak kejayaan, aplikasi Go-jek diterpa banyak kontroversi
Techno.id - Ketika sudah berada di puncak itu pasti ada saja yang ingin menjatuhkan. Hal ini juga dialami oleh aplikasi Go-jek yang belakangan ini menjadi perbincangan hangat di kalangan media atas kepopulerannya dalam hal transportasi.
Berawal dari sikap Gubernur DKI Jakarta, Ahok yang mendukung para tukang ojek untuk bergabung dengan aplikasi tersebut. Sontak, sikap baik Ahok itu justru dikritik oleh Ketua DPD Organda DKI Jakarta, Shafruhan Sinungan.
-
Menkominfo setuju Go-Jek dan Uber CS ditata Layanan transportasi menggunakan kendaraan roda dua alias ojek dilarang oleh Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009.
-
Pemerintah DKI minta Kemenhub tidak larang ojek online Ojek online mempermudah masyarakat menadapatkan layanan angkutan di wilayah kota yang padat.
-
Pengemudi diancam, Go-Jek tak tinggal diam Pengemudi Go-Jek dapat perlindungan dari perlakuan tidak baik pengemudi ojek luar.
Menurutnya, pernyataan Ahok melanggar aturan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Angkutan Umum Orang dan Barang. Dalam UU tersebut sepeda motor bukan digunakan untuk angkutan umum orang dan barang.
Shafruhan mengatakan bahwa UU tersebut perlu direvisi. Pasalnya, meski Go-jek merupakan aplikasi, tapi dalam penerapannya saat ini Go-jek menjadi sarana angkutan umum orang dan barang, seperti yang dilansir Merdeka (16/6/15).
"UU yang mengatur hal itu seharusnya direvisi. Kalau sudah direvisi, maka ditetapkan sebagai Peraturan Pemerintah dan menjadi Peraturan Daerah (Perda). Kalau sudah seperti itu, kan nanti Go-jek platnya harus kuning bukan lagi hitam," paparnya saat dihubungi Merdeka.com melalui sambungan telepon.
Terkait persoalan ini, ketika bos Go-jek, Nadiem Makariem dimintai keterangannya, ia belum mau memberikan komentarnya. "Mohon maaf saya lagi di luar negeri saya akan komen setelah kembali," katanya.