Mengenal daging rekayasa laboratorium, diklaim lebih ramah lingkungan
Techno.id - Siapa yang pernah menyangka bahwa peran teknologi sudah membawa kita pada era daging rekayasa. Seperti namanya daging rekayasa adalah daging buatan dalam proses produksinya, bukan berasal dari hewan. Sebagai salah satu jenis green technology, daging rekayasa diklaim memiliki banyak keunggulan dibanding daging konvensional termasuk pada sektor lingkungan.
Daging rekayasa diproduksi melalui sel-sel hewani yang dikembangkan di dalam laboratorium. Sel-sel ini kemudian tumbuh dan membentuk jaringan otot yang mirip dengan daging hewan. Diklaim proses produksi daging rekayasa laboratorium jauh lebih ramah lingkungan daripada proses produksi daging di peternakan. Proses di lab digadang-gadang menghasilkan emisi gas rumah kaca yang lebih sedikit.
-
VIDEO: Di balik industri olahan daging, speechless! Hewan-hewan ini mengalami hal paling menyakitkan selama hidupnya di pabrik pengolahan daging.
-
Unik, desainer Belanda ini ubah kotoran sapi jadi pakaian fashionable Hasil karyanya ini ternyata membuktikan kalau kotoran sapi sama berharganya dengan emas.
-
Ini sumber daya alternatif ternyentrik yang bakal bikin kamu menganga Dari lantai dansa, ampas kopi, sampai kucing mati pun bisa dimanfaatkan jadi teknologi canggih.
Dilansir dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia atau GAPKI, Sektor peternakan telah menyumbang 7% emisi gas rumah kaca secara global. Salah satu contohnya adalah gas metana (CH4) yang dihasilkan dari kotoran sapi. Menurut para ahli, gas metana dapat menangkap panas 20 kali lebih banyak daripada karbondioksida (CO2). Jika tidak ada pengurangan produksi metana, maka suhu bumi akan terus bertambah dan akan memperparah pemanasan global.
(Foto: Freepik.com)
Selain itu, peternakan hewan juga membutuhkan lahan yang luas serta air untuk minum dan membersihkan kandang. Produksi daging konvensional juga lebih banyak menggunakan energi daripada daging rekayasa. Ditambah lagi proses pendistribusiannya yang membutuhkan kendaraaan lebih banyak menghasilkan gas emisi rumah kaca.
Produksi daging rekayasa menawarkan solusi yang signifikan untuk mengurangi produksi emisi gas rumah kaca. Sebabnya karena produksi daging rekayasa membutuhkan lebih sedikit lahan dan air. Juga tidak memerlukan penggunaan antibiotik dan hormon pertumbuhan, yang sering digunakan dalam produksi daging konvensional untuk mempercepat pertumbuhan hewan dan mencegah infeksi.
Namun, terdapat beberapa kekhawatiran terhadap daging rekayasa laboratorium ini. Contohnya saja seperti masalah keamanan dan pengaruhnya terhadap kesehatan manusia. Karena teknologi ini masih terbilang baru, perlu ada penelitian dan pengawasan lebih lanjut untuk memastikan bahwa produk ini aman dikonsumsi dan tidak membahayakan kesehatan manusia.
(Foto: Freepik.com/pressmaster)
Selain itu, ada juga kekhawatiran tentang dampak sosial dan ekonomi dari munculnya daging rekayasa laboratorium ke dalam pasar daging yang sudah ada. Timbul kekhawatiran bahwa produksi daging rekayasa laboratorium bisa mengancam keberlangsungan hidup peternakan tradisional dan mempengaruhi mata pencaharian peternak.
Meskipun masih banyak polemik sebelum daging rekayasa laboratorium dapat menjadi alternatif daging konvensional, manfaatnya pada lingkungan yang signifikan menjadi opsi yang menarik untuk ditelaah lebih dalam. Mungkin ke depan teknologi ini dapat membantu mengurangi dampak negatif produksi daging terhadap lingkungan bersamaan dengan memenuhi kebutuhan konsumen akan daging yang berkualitas.
Magang: Millenia Ramadita
RECOMMENDED ARTICLE
- Dukung seniman Indonesia mendunia, kini Jakarta punya laboratorium khusus NFT
- Cara membuat absen di Google Form, hemat waktu, mudah, praktis, dan paperless
- Nggak ribet, begini cara menginstall Google Pay di iPhone
- Sony perkenalkan dua perangkat baru digital imaging, ada kamera filmmaker kelas Hollywood
- Siapkan strategi bisnis dan identitas baru, Nokia ubah logo ikonik