Menkominfo: Media Sosial diduga sebagai sarana prostitusi online
Techno.id - Setelah munculnya beberapa kasus pembunuhan terkait dengan prostitusi online, Menkominfo Indonesia Rudiantara menduga kuat jika media sosial lah yang berperan besar terhadap kegiatan tersebut. Seperti yang dilansir oleh Antara (03/05/15),Menkominfo mengatakan jika Media sosial adalah cara baru untuk bertransaksi secara terselubung untuk bisnis haram ini.
" Kalau yang situs porno sifatnya ada situs kemudian diblokir, tetapi orang masih bisa akses. Kalau prostitusi online itu kebanyakan di twitter dan ada juga facebook, dan BBM," katanya di Makassar dikutip dari Antara (03/05/15).
-
Kemkominfo ajak Facebook dan Twitter sikat habis akun berbau porno Kemkominfo mengerahkan bala bantuan dari Facebook dan Twitter untuk memberantas akun-akun asusila.
-
Prostitusi online belum bisa dibasmi hingga ke akar Prostitusi online masih sulit diberantas di kalangan remaja di daerah Bangka Belitung.
-
Menkominfo adukan iklan mengandung pornografi di Twitter Hal ini berdasarkan dari laporan masyarakat tentang iklan-iklan resmi dari Twitter yang mengandung pornografi.
Ia juga menambahkan jika bentuknya website akan lebih mudah diblokir. Namun, jika media sosial menurutnya akan lebih sulit.
"Sifatnya kan satu-satu atau ritel, tetapi untuk mengetahui masuk aja Twitter kemudian dicentang maka akan muncul tetapi pada dasarnya akan sulit terdeteksi," tambahnya.
Terkait hal ini, Rudi mengatakan jika ingin memerangi praktek ini, pihaknya meminta dan mengajak komponen masyarakat untuk ikut berpartisipasi melaporkan bila menemukan adanya tanda-tanda yang mencurigakan. "Jadi cara untuk mengetahui sebenarnya mudah, tidak hanya pemerintah yang mencari tetapi harus bersama-sama masyarakat. Makin banyak melaporkan di Twitter maka akan mudah menemukan pelakunya," tutupnya.
Di sisi lain, Teguh Arifiyadi selaku ketua Indonesia Cyber Law Community mengakui praktek tersebut benar adanya. Namun dia menilai prostitusi online tidak bisa dikenakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau ITE, tetapi bisa menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).