Pelajaran dari serangan ransomware di Pusat Data Nasional, pentingnya backup data secara teratur

Pelajaran dari serangan ransomware di Pusat Data Nasional, pentingnya backup data secara teratur

Techno.id - Belakangan ini Indonesia digegerkan serangan ransomware yang menargetkan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) yang terjadi sejak pertengahan Juni lalu. Serangan yang menggunakan salah satu perangkat lunak pemerasan (malware) paling berbahaya itu memicu kelumpuhan pada banyak operasional layanan publik hingga berhari-hari.

Ditambah dengan tuntutan uang tebusan sebesar USD8 juta atau sekitar Rp131 miliar, krisis tersebut mendorong keprihatinan meluas terhadap keamanan data pribadi dan negara. Saat ini, ransomware semakin menyasar kalangan pemerintahan dan akademisi, menjadi salah satu ancaman keamanan siber paling berbahaya, baik di Indonesia maupun di tingkat global. Belakangan pemerintah Indonesia tegas menolak membayar uang tebusan yang diminta dan terkesan menyerah atas serangan tersebut.

Apa itu ransomware?

Pelajaran dari serangan ransomware di Pusat Data Nasional, pentingnya backup data secara teratur foto: freepik/binkontan

Ransomware adalah varian malware berbahaya yang digunakan peretas untuk mengunci akses ke data korban dan meminta uang tebusan untuk pemulihannya. Menurut Asisten Profesor dan Koordinator Program Magister Keamanan Siber Monash University, Indonesia, Erza Aminanto, serangan ransomware di Indonesia tidak hanya menginfeksi komputer, tetapi juga menargetkan perangkat selular dan Internet of Things (IoT). Ini menunjukkan bahwa seluruh ekosistem digital kita rentan.

Layaknya virus yang bermutasi, ransomware mengeksploitasi kemajuan teknologi seraya mencari celah kerentanan manusia dalam berkegiatan siber. Oleh karenanya, sangat penting bagi setiap negara, termasuk Indonesia, untuk memperkuat keamanan digital melalui peningkatan kualitas manajemen siber para pemangku kepentingan di bidang pengelolaan data terhadap ancaman-ancaman terkait.

Bagaimana cara kerja ransomware?

Pelajaran dari serangan ransomware di Pusat Data Nasional, pentingnya backup data secara teratur foto: freepik/dcstudio

Dari perspektif keamanan siber, salah satu cara ransomware menyusup adalah melalui pencurian data pribadi via email (phishing email) yang tidak terlihat mencurigakan. Setelah berhasil melakukan phishing, peretas mendapat akses ke jaringan internal dan mengenkripsi data penting, kemudian menguncinya dan mendesak korban untuk membayar uang tebusan.

Besarnya ancaman ransomware dapat dilihat dari tingginya uang tebusan yang diminta dan dampak yang ditimbulkannya, di mana berisiko menghentikan layanan data dan memungkinkan kebocoran informasi yang lebih sensitif pada serangan lebih lanjut.

Selain itu, dalam konteks krisis yang dialami PDNS, dampak besar serangan ransomware mencakup risiko kerugian finansial yang signifikan bagi negara, baik dalam opsi pembayaran uang tebusan atau pemulihan data dan perbaikan sistem. Selain itu terjadi gangguan pada pusat data nasional yang berdampak pada berbagai sektor yang bergantung padanya, termasuk layanan publik, layanan kesehatan, dan pendidikan.

Menurut Aminanto, serangan semacam ini juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan pemerintah dalam melindungi keamanan data. Lebih buruk lagi, data yang dicuri dapat digunakan untuk serangan lebih lanjut, baik secara langsung oleh peretas atau dijual kepada pihak ketiga.

Pelajaran dari serangan ransomware di Pusat Data Nasional, pentingnya backup data secara teratur

Ransomware

Bagaimana mencegah serangan ransomware?

Pelajaran dari serangan ransomware di Pusat Data Nasional, pentingnya backup data secara teratur foto: freepik/dcstudio

Pelajaran apa yang bisa dipetik untuk mengantisipasi serangan ransomware? Ada beberapa strategi dapat diterapkan. Pertama, semua data penting harus dicadangkan secara teratur, lalu disimpan di lokasi terpisah untuk meminimalkan kehilangan data. Cadangan data tersebut harus dienkripsi dan diuji secara rutin untuk memastikan pemulihannya berfungsi segera setelah dibutuhkan.

Kedua, penting untuk memperkenalkan redundansi sebagai upaya mengurangi risiko kegagalan sistem secara keseluruhan. Redundansi dapat mencakup perangkat keras ganda, penyimpanan awan (cloud), atau server cadangan yang siap beroperasi jika sistem utama gagal.

Ketiga, membangun Pusat Pemulihan Data (data recovery center) yang dapat segera beroperasi jika sistem utama mengalami gangguan. Fasilitas ini harus memiliki infrastruktur yang setara atau lebih baik dari sistem utama demi memastikan kelancaran operasionalnya.

Adapun langkah-langkah selanjutnya mencakup upaya peningkatan kepatuhan terhadap aturan dan kode etik, serta penerapan sanksi tegas untuk memastikan semua entitas mengikuti standar keamanan yang ditetapkan.

Selain itu, penting juga untuk menggelar pelatihan berkala tentang ancaman dan metode identifikasi serangan siber kepada para petugas terkait, yang merupakan garda terdepan dalam menangani ransomware melalui phishing atau bentuk-bentuk serangan sejenis lainnya.

Menurut Aminanto, meminimalisir dampak kerusakan yang dipicu serangan ransomware bisa dilakukan melalui identifikasi aktivitas siber yang cepat dan efektif, yakni dengan menggunakan alat pantau jaringan dan sistem deteksi intrusi. Langkah pencegahan lainnya dapat dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak antivirus dan anti-malware yang diperbarui pada semua perangkat endpoint, termasuk komputer, laptop, ponsel pintar, dan perangkat IoT.

Terakhir, penting juga untuk mengenkripsi data yang dikirim dan disimpan agar informasi sensitif terlindungi dari risiko akses ilegal. Dengan begitu data yang dienkripsi tidak bisa dibaca peretas meskipun mereka berhasil mencurinya.

Pentingnya memperkuat pertahanan siber

Pelajaran dari serangan ransomware di Pusat Data Nasional, pentingnya backup data secara teratur foto: freepik/thx4stock

Menerapkan seluruh langkah keamanan di atas tidaklah mudah, karena juga diperlukan investasi besar dalam infrastruktur, teknologi, dan sumber daya manusia. Di sisi lain, ancaman ransomware terus berkembang, dan para peretas selalu mencari cara baru untuk menembus pertahanan. Oleh karenanya, pendekatan proaktif, adaptif, dan kolaboratif sangatlah penting dilakukan sejak dini.

Upaya tersebut juga perlu didukung kolaborasi sektor swasta dan publik, di mana pemerintah harus bekerja sama dengan perusahaan teknologi dan organisasi non-pemerintah untuk berbagi informasi dan sumber daya dalam menghadapi ancaman siber. Inisiatif yang dilakukan dapat mencakup pembentukan pusat tanggap nasional untuk serangan siber, program pelatihan keamanan siber, dan kampanye layanan masyarakat.

Ransomware sendiri hanyalah salah satu dari sekian banyak potensi serangan terhadap data penting suatu negara. Dalam kasus Indonesia, Aminanto mengatakan pemerintah harus mempersiapkan teknologi dan sumber daya manusia yang lebih mumpuni untuk menghadapi berbagai serangan, mulai dari pelanggaran keamanan siber kecil hingga perang siber besar.

Dalam konteks ini, pemerintah harus memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (AI) dan machine learning (ML) untuk meningkatkan keamanan siber. Kecanggihan AI dan ML dapat digunakan untuk menganalisis pola lalu lintas jaringan, mendeteksi anomali, dan merespons insiden secara otomatis.

Teknologi tersebut juga dapat membantu forensik siber mengidentifikasi sumber serangan dan memitigasi risiko lebih lanjut. Kini, seiring semakin luasnya pemanfaatan AI dan ML, peraturan dan kebijakan keamanan siber pun harus terus diperbarui untuk mengatasi ancaman yang terus berkembang.

Pemerintah juga harus memastikan peraturan ini tidak hanya mencakup sektor publik tetapi juga sektor swasta, termasuk usaha kecil dan menengah yang sering menjadi target serangan siber. Serangan ransomware terhadap PDNS merupakan pengingat akan kerentanan infrastruktur digital kita.

Namun, dengan menerapkan langkah-langkah pencegahan yang tepat, dan upaya nyata meningkatkan kesadaran akan ancaman siber, kita dapat memperkuat pertahanan dan mengurangi risiko serangan di masa depan.

(brl/red)