Pemerintah lamban penyebab kisruh industri transportasi
Techno.id - Penolakan aplikasi transportasi online dan demonstrasi besar-besaran yang dilakukan pengemudi angkutan umum dianggap sebagai dampak dari lambannya pemerintah memenuhi keinginan masyarakat. Padahal kasus serupa terjadi di akhir tahun lalu.
Di bulan Desember 2015, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sempat mengeluarkan putusan larangan bagi semua aplikasi transportasi online, termasuk ojek online. Akan tetapi, keputusan itu akhirnya dibatalkan setelah Presiden Joko Widowo menyatakan keberatan akan kebijakan pemblokiran yang dikeluarkan Kemenhub tersebut.
-
Menkominfo akhirnya blokir aplikasi Uber dan Grab? Kementerian Perhubungan disebutkan bakalan melakukan perubahan aturan bagi transportasi online.
-
Kisruh tolak Uber dan Grab, ini solusinya "Solusi jangka pendek, ridesharing penuhi saja permintaan regulator sektoral dalam hal ini Kementerian Perhubungan..."
-
Menkominfo ke Istana, tentukan masa depan Uber dan Grab Saat didesak apakah pemanggilan ke istana ini berkaitan dengan masalah pemblokiran Uber dan Grab, Menkominfo tak menanggapi.
Doni Ismanto, Pengamat IT dan Telekomunikasi dari IndoTelko Forum menyatakan saat ini tidak lagi ada alasan bagi Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara untuk tidak melakukan pemblokiran pada Grab Car dan Uber.
"Dalam surat Pak Jonan secara jelas menyatakan pelanggaran yang dilakukan aplikasi transportasi Online. Tak ada alasan bagi Kominfo untuk menunda pemblokiran aplikasi Uber atau Grabcar dan sejemisnya seperti permintaan surat Pak Jonan," kata Doni kepada tim Techno.id.
Ia juga menyatakan tidak sepakat dengan langkah Kominfo yang memberikan kewenangan pemblokiran sepenuhnya kepada tim panel. Pasalnya, ia menilai keterlambatan langkah yang diambil pemerintah bisa membuat konflik horizontal makin besar dan melebar.
"Rudiantara tak bisa menunda dan meminta panel blokir bekerja. Ini sudah masuk dalam kategori situasi luar biasa sebagai buntut kejadian Desember 2015. Kala itu presiden intervensi penegakkan undang-undang tanpa ada solusi yang jelas atas permasalahan ini," imbuhnya.
Pria berkepala plontos itu mengungkap sekarang sudah ada 10 ribu taksi menurut Organda yang tutup. Bahkan, lanjut Doni, sekarang ini pendapatan supir resmi anjlok gara-gara tergerus oleh layanan transportasi berbasis online yang memanfaatkan kendaraan pelat hitam bertarif miring.
"Kita tak bisa mengelak dari kemajuan teknologi. Tetapi kalau kemajuan teknologi tak diimbangi regulasi ada pemangku kepentingan lain yang merana. Tugas pemerintah adalah berdiri di semua pihak sesuai filosofi Nawacita yakni keberadaan negara ada di samping masyarakat," tandasnya.
Penolakan kepada layanan aplikasi transportasi berbasis internet kembali menyeruak setelah ribuan pengemudi angkutan umum berunjukrasa. Mereka meminta Uber dan GrabCar diblokir karena membuat mereka kesulitan dan tertekan.