Riset Indonesia kalah dari Malaysia, apa penyebabnya?
Techno.id - Sebagai negara yang cukup besar di kawasan Asia Tenggara tak serta merta membuat Indonesia menjadi negara yang adidaya. Di sisi penelitian saja misalnya, Indonesia masih kalah tertinggal dengan negara tetangga Malaysia maupun Vietnam yang notabene kekayaan dan potensi penelitiannya tak jauh lebih besar dari Indonesia.
Kenyataan ini, menurut Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti), salah satunya disebabkan oleh masih minimnya dana untuk menyokong penelitian hingga saat ini. Menurut Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kemristekdikti, Muhammad Dimyati rasio belanja litbang nasional (GERD) terhadap PDB Indonesia hanya 0,09 persen dari PDB yang idealnya adalah sebesar 1 persen.
-
Andakah peneliti yang Indonesia butuhkan saat ini? Indonesia masih sangat membutuhkan peneliti di bidang pangan, kesehatan, dan energi.
-
Peneliti dan industri Indonesia masih belum bersinergi Perkembangan inovasi teknologi Indonesia cenderung lambat, Kemenristekdikti nilai karena belum ada sinergi
-
Tahun ini, Kemristekdikti targetkan 6.500 publikasi ilmiah Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, M Nasir, mengatakan bahwa angka publikasi ilmiah sebanyak 5.500 di tahun 2015 tergolong rendah
"Bayangkan saja untuk mencapai satu persen itu bagaimana usaha yang harus kita lakukan," ujar Dimyati seperti dilansir oleh Antara (9/11/15).
Dimyati menambahkan, sebagai perbandingan saja GERD Malaysia pada tahun 2012 saja sudah mencapai satu persen, sedangkan Singapura sudah mencapai 2,1 persen. Nah, untuk mengejar ketertinggalan tersebut mau tak mau para peneliti Indonesia harus menjalin kerja sama dengan pihak swasta dan lembaga-lembaga luar negeri.
Kemristekdikti, menurut Dimyati telah melakukan sejumlah langkah untuk mengatasi masalah ini. salah satunya adalah dengan melakukan kerja sama dengan Bank Dunia mulai tahun 2015 ini untuk mendukung dana penelitian. Selain itu, ada institusi internasional lain yang menyatakan siap mendukung dana penelitian di Indonesia.
Kendati demikian, langkah untuk meminta bantuan dana kepada pihak swasta dinilai oleh Sangkot Marzuki ketua AIPI sebagai langkah yang cukup berisiko. Pasalnya, menurut Sangkot penelitian yang didanai pihak internasional ini sifatnya harus mengglobal dan nantinya peneliti juga hanya akan menjadi peserta bukannya pemimpin proyek penelitian.
"Itulah mengapa dukungan pemerintah penting, agar peneliti bisa bekerja lebih tinggi dan tidak hanya ikut-ikutan saja," pungkas Sangkot.